Kamis, 22 November 2012

Otanjoobi Omedetoo, Ai

Jarak itu, lagi-lagi semua mempermasalahkannya. Tapi aku tidak peduli, bahkan sangat tidak memusingkan hal itu. Aku sangat menikmati detik-detik kerinduan yang selalu menyelimuti tatkala waktu dan jarak selalu menemani bahkan berteman akrab dengan kita. Bukankah kamu juga begitu sayang?
Bahkan disaat mereka sibuk hang out dengan pasangan mereka masing-masing, aku pun tidak peduli.
drrt..drrttt..
ponselku berbunyi, Ai..
"Jangan tidur dulu ya beb, temenin aku ngerjain tugas", padahal aku uda tidur, tapi karna aku kangen sama kamu. Aku bela-belain nemenin kamu.
"Iya hun, aku temenin kok"
Tidak tahu entah bagaimana, telpon itu terputus, aku kembali terlelap. Midnight, ponselku bergetar lagi, darinya. Alam bawah sadarku masih menguasai, namun aku tau telah menjawab panggilan telpon itu.
"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthdaaaaay, happy birthday ma dear.."
Oh God! This is 00.00 a.m, i almost forget!
Tanpa terasa alam sadarku kembali tersentuh, buliran itu tak mampu ku bendung. Entah mengapa, mungkin ini air mata bahagia. Aku sangat bahagia.
"Beb, tiup dulu dong lilinnya. Udah aku nyalain tuh lilinnya, jangan lupa make a wish dulu ya beb", sambungnya lagi.
Air mataku kembali mengucur jelas, jarak itu kembali mengingatkanku betapa tebalnya kabut rindu yang menyelimuti hatiku.
"Makasi ya hun" ucapku singkat, aku tidak akan pernah mau ia tahu bahwa aku kembali teringat akan ruang dan waktu yang memisahkanku dengannya, aku hanya ingin bahagia bersamanya malam ini.
"Kamu kok kedengerannya mewek gitu sih beb? Bukannya malam ini harusnya kamu tuh seneng-seneng? bahagia? Aku ga mau air mata kamu tercurah malam ini beb. Aku bikin kamu sedih ya?" tanyanya padaku. Secepat mungkin aku berusaha untuk mengontrol emosiku yang mungkin sedikit labil.
"Gak kok hun, aku baik-baik aja" sergahku cepat.
"Beb, jangan khawatir. Jarak itu indah loh. Buktinya aku kangen terus sama kamu. Aku malah seneng, Kamu ga seneng ya?"
"Aku seneng kok, cuma aku sedih aja hun. Wajar kan?"
"Iya, wajar kok. Yauda. Sekarang kamu tidur ya, telponnya jangan ditutup aja. Biar aku ada yang nemenin sambil ngerjain tugas, gapapa kok."
"Iya hun, oiya. Fotonya makasi ya, lucu."
"Iya beb, ga pake makasi, uda tidur sana"
Aku kembali merasakan betapa tebalnya kabut itu. Betapa tingginya puncak itu. Kerinduan yang tak bertepi. Kita memang jauh. Jarak, ruang dan waktu yang telah mengisi celah antara kita. Tapi kita masih menatap langit yang sama. Langit yang itu, langit yang biru. Aku yakin suatu saat kerinduan itu akan terbalaskan dengan pertemuan yang indah pada waktunya.
****
see yaa___

1 komentar: